Rabu, 18 Mei 2016

FISIKA MODEREN: zAT pADAT, CACAT KRISTAL, PITA TERLARANG

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berkembangnya ilmu pengetahuan di era modern yang sangat pesat ini, dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, kebutuhan akan efektivitas dan efisiensi sangat diutamakan dalam sebuah bidang. Hal tersebut mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi dalam bidang ilmu pengetahuan untuk menciptakan suatu ilmu pengetahuan yang lebih efektif dan lebih efisien yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Fisika zat padat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang efektif dan efisien. Walaupun hanya sebagian kecil dari alam semesta secara keseluruhan terdiri dari zat padat, namun zat padat merupakan sebagian besar dari dunia fisik disekitar kita, dan sebagian besar dari teknologi modern bersandar pada sifat khusus dari jenis zat padat tertentu.
Bertolak dari latar belakang tersebut, maka dalam bab ini akan menjelaskan tentang zat padat kristaline dan amorf, ikatan atom, cacat kristal, gaya van der walls, teori pita zat padat, peranti semikonduktor, daerah brillouin, dan asal pita terlarang.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan zat padat kristaline dan amorf ?
Bagaimana zat padat dapat mempertahankan keadaannya (memepertahankan bentuk) ?
Apa sajakah jenis-jenis kristal?
Apa sajakah jenis-jenis cacat Kristal?
Apa itu gaya van der Walls pada zat padat ?
Bagaimana teori pita zat padat ?
Apa itu daerah brilliouin ?
Apa itu asal pita terlarang ?

Tujuan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan zat padat kristaline dan amorf dalam zat padat.
Untuk mengetahui bagaimana zat padat dapat mempertahankan keadaannya (memepertahankan bentuk).
Untuk mengetahui jenis-jenis Kristal.
Untuk mengetahui jenis-jenis cacat Kristal.
Untuk mengetahui apa itu gaya van der Walls pada zat padat.
Untuk mengetahui bagaimana teori pita zat padat.
Untuk mengetahui apa itu daerah brilliouin.
Untuk mengetahui apa itu asal pita terlarang.
























BAB II
PEMBAHASAN

PENGANTAR
Bahan padat dapat diklasifikasikan berdasarkan keteraturan susunan atom-atom atau ion-ion penyusunnya. Bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur letaknya dan berulang (periodik) disebut bahan kristal. Dikatakan bahwa bahan kristal mempunyai keteraturan atom berjangkauan panjang. Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan demikian disebut bahan amorf atau bukan-kristal.
Bahan kristal, untuk yang selanjutnya cukup disebut kristal (saja), dapat dibentuk dari larutan, lelehan, uap, atau gabungan dari ketiganya. Bila proses pertumbuhannya lambat, atom-atom atau pertikel penyusun zat padat dapat menata diri selama proses tersebut untuk mrenempati posisi yang sedemikian sehingga energi potensialnya minimum. Keadaan ini cenderung  membentuk  susunan  yang  teratur  dan  juga  berulang  pada  arah  tiga  dimensi, sehingga  terbentuklah  keteraturan  susunan  atom dalam jangkauan  yang  jauh,  inilah  yang mencirikan keadaan kristal.
Sebaliknya, dalam proses pembentukan yang berlangsung cepat, atom-atom tidak mempunyai cukup waktu untuk menata diri dengan teratur. Hasilnya terbentuklah susunan yang memiliki tingkat energi yang lebih tinggi. Susunan atom ini umumnya hanya mempunyai keteraturan  yang  berjangkauan  terbatas,  dan  keadaan  inilah  yang  mencerminkan  keadaan amorf. Dalam bahan amorf, jangkauan keteraturan atom biasanya sampai tetangga kedua.
Di antara kedua kristal sempurna (tunggal) di satu pihak, dan keadaan omorf di pihak lain, terdapat keadaan yang disebut polikristal (kristal jamak). Zat padat pada keadaan ini tersusun oleh kristal-kistal kecil. Bila ukuran kristalnya dalam ukuran orde mikrometer, bahan yang  bersangkutan  termasuk  kristal  mikro  (microcrystalline);  dan  bila  ukuran  kristalnya dalam orde nanometer, maka bahannya digolongkan sebagai kristal nano (nanocrystalline).
Fisika zat padat secara umum dihubungkan dengan kristal dan elektron dalam kristal. Pengkajian tentang zat padat dimulai pada tahun-tahun awal abad ini sesudah berhasil dipelajarinya difraksi sinar-x oleh kristal. Dari gejala ini dapat ditemukan baukti bahwa kristal terdiri dari atom-atom yang susunannya teratur. Melalui keberhasilan memodelkan susunan atom-atom dalam kristal, para fisikawan dapat mempelajari lebih banyak dan lebih lanjut tentang zat padat. Dalam perkembangan selanjutnya, pengkajian zat padat telah meluas pada bahan bukan kristal (amorf), bahan gelas, dan bahkan bahan cair. Bidang yang lebih meluas ini dikenal sebagai fisika materi terkondensasi (condensed matter physics), dan kini telah menjadi bidang pengkajian yang paling luas dalam ilmu fisika.

Ikatan Atom
Gaya apakah yang mempertahankan atom-atom dalam kristal agar tetap bersatu? Gaya elektrostatik tarik-menarik antara muatan negatif elektron dan muatan positif inti atom adalah yang menjadi penyebab timbulnya gaya pemersatu (kohesi) dalam zat padat. Sementara itu gaya magnet sangat kecil pengaruhnya pada kohesi, dan gaya gravitasi bahkan dapat diabaikan efeknya. Di pihak lain, adanya interaksi pertukaran, sepeti gaya van der waals dan lkatan kovalen memberikan sumbangan yang berarti pada kohesi kristal.
Energi kohesi kristal didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk memecah/ memisahkan kristal menjadi komponen-komponennya yang berupa atom netral yang bebas. Apabila komponen-komponen kristal   berupa ion positif dan ion negatif, maka energi ohesi lebih tepat disebut energi kisi. Hal ini banyak dijumpai pada ikatan ionik.
Berdasarkan cara atom-atom berikatan satu sama lain dalam membentuk kristal, dapat dibedakan : ikatan ionik, ikatan kovalen, ikatan logam, ikatan van der Waals, dan ikatan hidrogen.  Selanjutnya,  jenis-jenis  ikatan  yang  bersangkutan  akan  diuraikan  satu – per satu sebagai berikut.

Ikatan Ionik
Ikatan  ionik  terbentuk  karena  adanya  gaya  tarik-menarik  elektrostatik  (Coulomb) antara ion positif dan ion negatif. Terbentuknya ion-ion tersebut disebabkan oleh terjadinya transfer elektron antar atom-atom yang membentuk ikatan. Beberapa contoh kristal ionik antara lian : NaCl, CsCl, KBr, NaI, dst. Untuk NaCl, elektron pada atom Na ditransfer kepada atom Cl :

Selanjutnya, ion Na+  dan ion Cl- yang dalam keadaan gas berikatan satu sama lain dan membentuk kristal dengan melepaskan energi kisi (kohesi) sebesar 7,9 eV :
  (1)
Apabila ion Na+ dan ion Cl-  berdekatan pada jarak r, besarnya energi (potensial) tarik- menarik Coulomb adalah :
              (2)
dengan  e  muatan  listrik  ion  dan   o      permitivitas  hampa.  Gaya  tarik-menarik  ini  tidak mengakibatkan kedua ion terus mendekat, sampai jarak yang sedekat-dekatnya, karena orbital- tertutup yang terisi penuh elektron pada masing-masing atom juga saling berdekatan. Sebagai akibatnya, timbul gaya tolak antar elektron pada orbital atom, sebagai konsekuensi larangan Pauli. Besarnya energi tolak-menolak (repulsif) dapat diungkapkan sebagai berikut:

atau
    (3)

A, B dan  adalah tetapan, sedangkan n = 12. Dalam persamaan (1.3) terlihat bahwa energi tolak-menolak  menurun  dengan  cepat  dengan  bertambahnya  jarak  antar  ion.   Hal  ini menunjukkan bahwa interaksi tolak-menolak tersebut adalah berjangkauan pendek, terutama bila dibandingkan dengan interaksi elektrostatik Coulomb. Dengan demikian, setiap ion hanya “merasakan” interaksi tolak-menolak dengan ion tetangga terdekatnya saja. Di pihak lain, dalam interaksi elektrostatik setiap ion akan berinteraksi baik dengan ion tetangga   terdekatnya   maupun   dengan   ion   tetangga   berikutnya,   karena   interaksi   ini berjangkauan lebih jauh. Dengan ini kita perlu memperhitungkan pengaruh tetangga yang lebih jauh tersebut dalam perhitungan energi interaksinya. Anggap bahwa ion di pusat kisi (di pusat ruang kubus) adalah ion Na+  , sebagai ion acuan yang ditinjau. Ion-ion yang mengelilingi ion Na+  tersebut adalah seperti ditunjukkan pada tabel 2.1.





Tabel 2.1. Jenis dan jarak ion – ion tetangga dari ion tinjauan Na+ dalam sel satuan Kristal NaCl


Dengan menggunakan data tersebut, besarnya energi elektrostatik setiap pasangan ion dapat dituliskan sebagai berikut :

E_COUL= -(e^2⁄(4πε_0 r)){6⁄(r-)  12⁄((r√2) )+8⁄((2√3))-….}
   = -(e^2⁄(4πε_0 r)){6-12⁄√2+8⁄((2√3))-….}
 = -1,748(e^2⁄(4πε_0 r))
 = -a(e^2⁄(4πε_0 r))

 disebut tetapan Madelung. Untuk selanjutnya,   merupakan karakteristik kisi  terutama untuk  kristal  ionik,  karena  nilainya  bergantung  pada  struktur  kristal  yang  bersangkutan. Berikut ini dapat dibandingkan nilai  untuk beberapa kristal ionik :

NaCl   :   = 1,748
ZnS    :  = 1,638
CsCl   :   = 1,736


































Gambar 2.1  Empat tampilan kisi sel satuan garam meja (NaCl) : a. Sel satuan secara umum, b. Konfigurasi oktahedral, setiap atom dikelilingi 6 atom tetangga terdekat, c. Susunan mampat, dan d. Susunan atom pada salah satu bidang sisi kubus.


Gambar 2.2

Berdasarkan  persamaan  (2)  dan  (3)  di  atas  selanjutnya  dapat  dibahas  lebih  lanjut perumusan energi kisi. Untuk itu diambil contoh kristal NaCl, lihat gambar 2.2. Ion-ion Na+ dan Cl-  berada pada keadaan seimbang pada jarak keseimbangan ro, yaitu jarak terdekat antara ion Na+ dan Cl-  pada gambar 2.1 a dan d. Besarnya energi total sebagai fungsi jarak antar ion:
  (5)
Energi kisi adalah energi total pada r = ro. Dalam grafik pada gambar 2.2, E (ro ) adalah nilai energi  keseimbangan pada titik minimum dari kurva E(r). Hal ini berarti turunan pertama dari E(r) terhadap r pada r = ro  adalah sama dengan nol. Jadi,


Menghasilkan :
  (6)
Masukkan nilai ini ke pers. (1.4), diperoleh :
              (7)
pada keadaan seimbang, r = ro, didapatkan ungkapan bagi energi kisi :
    (8)
Terlihat  pada  persamaan  terakhir  ini  bahwa  nilai  energi  kisi  bergantung  pada  tetapan Madelung, sementara itu nilai tetapan   biasanya hanya beberapa persen dari nilai ro. Mott dan Gurney melaporkan bahwa   = 0,345 angstrom untuk 20 macam kristal ionik  alkali- halida. Distribusi elektron di sekitar ion pada kristal NaCl ditunjukkan pada  gambar 2.3. Angka-angka yang tersaji pada kontur menunjukkan konsentrasi relatif elektron di lokasi yang bersangkutan.



Gambar 2.3 ditribusi rapat elektron pada bidang dsar Kristal NaCl. Konsentrasi ralatif elektron ditunjukkan oleh angka-angka yang tercantum

Gambar 2.4 energi molekul hydrogen (H2) sebagai fungsi jarak antar atom.

Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen, sering disebut ikatan valensi atau homopolar, dibangun oleh sepasang elektron  dari  dua  atom yang  berikatan.  Setiap  atom menyumbang  sebuah  elektron  untuk membentuk sebuah ikatan kovalen. Elektron-elektron yang membentuk ikatan tersebut bersifat lokal (hanya terdapat) di daerah antara dua atom, menempati orbital ikatan ( ) dengan spin yang   berlawanan   arahnya   (anti-paralel).   Untuk  membahas  secara  lebih  rinci   tentang mekanisme pembentukan ikatan ini diperlukan teori kuantum yang lebih lanjut, sehingga tidak di sajikan dalam catatan ini demi penyederhanaan. Karena memerlukan teori kuantum inilah, maka ikatan kovalen sering juga disebut ikatan kuantum.
Molekul hidrogen (H2) merupakan contoh molekul dengan ikatan kovalen yang paling sederhana, perhatikan gambar 2.4. Keadaan ikatan paling kuat terjadi bilamana spin kedua elektron saling anti-paralel (state S). Sewdangkan apabila keadaan spinnya parelel (state A), kedua atom hidrogen berada pada keadaan anti-ikatan; atom-atom saling menolak, karena elektron-elektronnya saling menjauhi (ingat prinsip larangan Pauli).

Gambar 2.5 Ditribusi konsentrasi elktron valensi di sekitar atom Ge dalam Kristal germanium

Ikatan kovalen termasuk ikatan yang kuat. Ikatan pada dua atom karbon dalam kristal inti membentuk struktur tetrahedral, artinya setiap atom karbon dikelilingi oleh 4 buah atom karbon tetangga terdekat. Kristal lain yang temasuk dalam struktur intan adalah kristal silikon dan germanium. Arah ikatan kovalen nampak jelas dalam ruang tetrahedral, misalnya untuk kristal germanium, lihat gambar 2.5. Dalam gambar ini, distribusi elektron pada daerah di skitar atom-atom yang berikatan kovalen diwakili oleh angka-angka pada kontur yang bersangkutan.

Ikatan logam
Logam dicirikan oleh tingginya konduktivitas listrik dan termal, banyak mengandung elektron bebas yang dapat bergerak diseluruh kristal. Elektron valensi yang dimiliki oleh setiap atom logam, akan menjadi elektron bebas bila atom-atom tersebut membentuk kristal logam. Sebagai contoh, perhatikan atom natrium (11Na) dengan konfigurasi elektron dalam orbital atom sebagai berikut :    11Na : 1s2-2s2-2p6-3s1

Gambar 2.6 Struktur katan logam. Ikatan antar teras atom yang dikeleilingi oleh elektron-elektron bebas

Orbital atom yang terisi penuh elektron bersama-sama inti atom membentuk teras atom (core). Dalam kristal logam, teras-teras atom saling berkaitan, dan elektron valensi menjadi elektron bebas (satu elektron untuk setiap teras Na). Dalam gambar ini, ikatan logam dapat dipandang sebagai kumpulan teras atom dalam “lautan” elektron bebas (lihat gambar 2.6.)
Tema yang mendasari teori modern dari logam (metal) bahwa elektron valensi dari atom yang membentuk logam menjadi milik seluruh gumpalan, sehingga sejenis gas dari elektron bebas terbentuk. Interaksi antara gas elektron ini dengan ion logam positif menimbulkan gaya kohesif yang kuat.  Kehadiran elektron bebas seperti itu dapat menerangkan dengan baik  konduktivitas (hantaran) listrik dan termal yang sangat tinggi, sifat tak tembus cahaya permukaan yang mengkilat,  dan sifat khas dari logam lain. Tidak ada elektron dalam zat padat, biarpun dalam logam yang dapat bergerak di dalamnya dengan kebebasan penuh. Semuanya terpengaruh oleh kehadiran partikel lainnya. Kemampuan atom logam untuk saling mengikat membentuk kristal yang ukurannya tak terbatas diperoleh dengan melihat ikatan logam sebagai ikatan kovalen yang tak jenuh.
Disini kita membandingkan proses pengikatan hidrogen dalam litium, keduanya merupakan anggota group I dari tebel periodik. Sebuah molekul H2 memiliki dua elektron  1s dengan spin berlawanan ; itu adalah jumlah elektron K yang maksimum yang bisa dijumpai. Jadi molekul H2 sudah jenuh, karena prinsip eksklusi memberi syarat setiap elektron tambahan harus berada dalam keadaan dengan energi lebih tinggi dan penempelan dari atom H selanjutnay tidak terjadi, kecuali elektronnya berada dalam keadaan 1s. secara sepintas kita  mengharapkan litium harus menuruti cara yang sama,dengan memiliki konfigurasi 1s2 2s.
Namun disini terdapat enam keadaan 2p yang tak terisi untuk setiap atom Li yang energinya hanya sedikit lebih tinggi dari kead aan 2s. Jika atom Li mendekati  molekul Li2, molekul itu mudah menempel dengan ikatan kovalen tanpa melanggar prinsip eksklusi, dan molekul Li3 yang dihasilkannya mantap, karena semua elektron valensinya tetap tinggal dalam kulit L. tidak ada batas jumlah atom Li yang dapat bergabung  dengan cara ini, karena litium membentuk Kristal kubus berpusat-badan yang masing-masing atomnya memiliki delapan tetangga terdekat. Hanya  dengan satu elktron saja untuk setiap atom yang dapat dimanfaatkan untuk ikatan, maka setiap ikatan melibatkan rata-rata  seperempat elektron menjadi dua elektron seperti pada ikata kovalen yang biasa. Jadi, ikatannya jauh dari kejenuhan ; hal ini berlaku juga untuk ikatan dalam logam yag lain.
Salah satu akibat dari sifat tak-jenuh dari ikatan logam ialah fakta bahwa sifat campuran berbagai atom logam berlainan tidak bergantung secara kritis dari perbandingan masing-masing jenis atom, asal saja ukurannya serupa. Jadi karakteristik suatu logam sering berubah terhadap perubahan komposisi, bertentangan dengan perbandingan atomik khas yang kita jumpai dalam zat padat ionik dan zat padat kovalen seperti SiC.
Tabel 2.2. Jenis Kristal
JENIS IKATAN CONTOH SIFAT

Ionik
Tarikan listrik
Natrium kloride NaCl
Ekohesif = 3,28 eV/atom Keras, titik leleh tinggi, dapat larut dalam zat cair berkutub seperti air.

Kovalen

Elektron sero Intan C
Ekohesif = 7,4 eV/atom Sangat keras, titik leleh tinggi, tak larut dalam hampir semua pelarut
Logam
Gas lektron Natrium Na
Ekohesif = 1,1 eV/atom Lentur, logam mengkilat, konduktivitas listrik dan termal tinggi


Molekular
Gaya van der Walls
Metane CH4
Ekohesif = 0,1 eV/atom Lemak , titik leleh dan titik didih rendah, larut dalam zat cair kovalen.



Akibat dari ikatan tak-jenuh dalam logam ialah kemampuan elektron valensi untuk mengembara secara bebas dari suatu atom ke atom yang lain. Dalam Li padat , masing-masing elektorn ikut serta dalam delapan ikatan, sehingga elektron itu berada di anatar pasangan ion Li^+ hanya dalam waktu yang sangat pendek. Seperti juga pada zat padat lain, atom logam saling mengikat karena energi kolektifnya lebih rendah  bika elektron tersebut terikat bersama ketimbang bila atomnya terpisah.  Dalam daerah dekat ion, elektron valensi rata-rata lebih dekat pada suatu inti dibandingkan jika elektron tersebut merupakan bagian dari atomyang terisolasi. Jadi energy potensial elektron lebih kecil dalam Kristal, dibandingkan dengan di dalam atom, dan pengurangan energi potensial ini merupakan penyebab dari ikatan logam.
Walaupun energi potensialelektron tereduksi dalam logam kristal, energi kinetik elektronnya bertambah. Elektron bebas dalam sebuah logam membentuk suatu sistem tunggal dari elektron, dan prinsip eksklusi melarang lebih dari dua elektron (satu untuk masing-masing spin) untuk menempati masing-masing tingkat energi. Tingkat energi valensi berbagai atom lebih sedikit berubah oleh interaksinya, sehingga timbul pita energi  yang terdiri dari  banyak sekali kulit energi berdekatan, sama banyak dengan jumlah tingkat energi valensi semua atom dalam kristal. Jadi elektron bebasnya memiliki energy kinetik yang berkisar antara 0 sampai suatu maksimum ϵ_F yang disebut sebagai energi Fermi yakni dalam litium misalnya 4,72 Ev, dan energi kinetik rata-rata elektron bebas dalam litium 2,8Ev. Karena energi kinetik elektron merupakan kuantitas positif, kuantitas itu bertambah besar dalam logam dibandingkan dengan atom masing-masing sehingga timbul tolakan.
Ikatan logam terjadi bila tarikan antara ion logam positif dan gas elektron melebihi saling tolak – menolak antara elektron dalam gas itu ; ini berarti jika reduksi dalam enerelektron gi potensial elektron melebihi pertambahan energi kinetik  yang bersangkutan. Lebih besar jumlah elektron valensinya per atom, lebih besar juga energi kinetik rata-rata dalam kristal logamnya, tetapi tanpa disertai dengan turunnya energi potensial  yang sebanding. Karena hal itu sehingga unsure logam hampir semuanya didapatkan dalam tiga group pertama dalam table periodik. Beberapa unsur berada pada daerah perbatasan dan dapat membentuk kedua-duanya (kristal logam dan kristal kovalen). Cotohnya : timah hitam. Di bawah 〖13,2〗^(0 ) C zat padat kovalen “timah kelabu” terdapat stuktur yang sama seperti intan. Timah kelabu dan timah putih  merupakan bahan yang sangat berbeda. Timah tersebut mempunyai kerapatan beruntun 5,8 dan 7,3 g/cm3, dan timah putih memiliki konduktivitas listrik yang tinggi seperti pada sebuah logam.

Ikatan Van der Waals
Gas-gas inert (He, Ne, Ar, dst) dapat membentuk kristal-kristal sederhana. Kristal tersebut umumnya transparan, bersifat isolator, berikatan lemah dan memiliki titik leleh yang sangat rendah. Bila diperhatikan, atom-atom gas ini memiliki orbital valensi yang terisi penuh elektron,  sehingga  elektron-elektron  valensi  tidak  lagi  memungkinkan  untuk  membentuk ikatan. Lalu, gaya apakah yang membuat atom-atom tersebut dapat bertahan dalam menyusun kristal?
Atom-atom gas inert dapat mengalami distorsi yang sangat kecil pada distribusi elektronnya dalam orbital kulit penuh yang berbentuk simetri bola. Meskipun kecil, penyimpangan ini cukup mengubah atom-atom menjadi dipol-dipol listrik. Interaksi antar dipol inilah yang menghasilkan gaya tarik-menarik yang disebut gaya Van der Waals. Gaya ini sangat lemah, dan energi interaksinya  memiliki bentuk :
  (9)
A tetapan dan r jarak antar atom. Untuk menjaga agar atom-atom berada dalam keseimbangan, pada jarak yang sangat dekat akan terjadi gaya tolak-menolak sebagai akibat berlakunya prinsip larangan pauli (lihat gambar ikatan ionik) yang menghasilkan energi tolak-menolak :
  (10)
Dengan demikian bentuk lengkap energi interaksi dalam ikatan Van der Waals adalah:
        (11)
Persamaan (10) dirumuskan lebih lanjut oleh Lennard-Jones dalam bentuk :
        (12)
dan disebut energi potensial Lennard-Jones. Besaran   dan   adalah parameter yang  dapat ditentukan  dari  eksperimen.  Selain  pada  gas-gas  inert/mulia,  ikatan  Van  der  Waals  juga ditentukan pada kristal molekul-molekul organik.

Ikatan Hidrogen
Karena hanya memiliki sebuah elektron, atom hidrogen hanya dapat berikatan dengan sebuah atom lain. Akan tetapi, keadaan tertentu, sering dijumpai bahwa atom hidrogen dapat pula berikatan cukup kuat dengan dua buah atom lain. Pada keadaan demikian terbentuklah ikatan hidrogen di antara atom-atom tersebut dan atom H dengan energi ikat 0,1 eV. Dalam ikatan hidrogen, atom H bersifat sebagai ion positif terutama bila berikatan dengan atom-atom yang elektronegatif, seperti F, O dan N.
Ikatan hidrogen berperanan penting dalam interaksi antar molekul H2O, dan bersama-sama interaksi elektrostatik dari dipol-dipol listrik (H2O molekul polar) berperanan dalam pembentukan molekul air dan kristal es; perhatikan gambar 2.7.


Gambar 2.7 susunan kristal es (H2O padat), setiap atom oksigen dikelilingi oleh 4 taom H. Jarak antar atom O-O terdekat 2,76 angstrom dan antara atom-tom H-O 1,75 angstrom dan H-H 1,01 angstrom. Bandingkan dengan jarak antar atom H-O dalam molekul air 0,96 angstrom.

Struktur Kristal
Struktur Kristal Sederhana
Tiga jenis struktur kristal yang relatif sederhana dapat dijumpai pada kebanyakan logam,  yaitu:  kubus  pusat  sisi  (face-centered  cubic  =  FCC), kubus pusat ruang (body- centered cubic = BCC), dan heksagonal mampat (hexagonal close-packed = HCP). Satu jenis lagi struktur kristal yang paling sederhana, meskipun cukup jarang detemukan ialah kubus sederhana (simple cubic = SC). Selain untuk HCP, jumlah atom pada setiap sel satuan bagi struktur kristal tersebut adalah :
- FCC memiliki 4 atom/sel satuan

- BCC memiliki 2 atom/sel satuan

- SC memiliki 1 atom/sel satuan

Koordinat atom-atom dalam setiap sel satuan dapat dinyatakan relatif terhadap panjang parameter kisinya (kubus : a = b = c = ao). Dengan cara ini koordinat atom-atom tersebut adalah :
- FCC  : (000), (1/2 1/2 0), (1/1 0 1/2), (0 1/2 1/2)

- BCC : (000), (1/2 1/2 1/2)

- SC    : (000)

Susunan Mampat
Pada  pembahasan  yang  lalu,  atom-atom  yang  menempati  titik  kisi  digambarkan sebagai sebuah titik. Bila atom-atom itu digambarkan sebagai sebuah bola yang saling bersinggungan dengan atom tetangga terdekatnya, akan didapat susunan mampat (packing structure). Khusus untuk satuan sel heksagonal terdapat dua jenis susunan mampat, yaitu heksagonal mampat (HCP) dan kubus mampat (cubic close-packed = CCP), lihat gambar 2.8. Untuk mengetahui besarnya penggunaan ruang sel oleh atom-atom didefinisikan faktor pemampatan atom (atomic packing factor = APF), yang menyatakan perbandingan antara volume ruang yang ditempati atom dan volume total sel satuan. Sebagai contoh, perhatikan gambar 2.9. Akan kita hitung APF untuk struktur SC (Bg. 1.14). Dari gambar tersebut, andaikan jejari atom R dan tetapan kisi (panjang rusuk) ao, jelaskan bahwa :

Dalam setiap sel satuan SC terdapat sebuah atom, sehingga volume yang ditempati atom :

Sedangkan volume sel satuan adalah :

Jadi, fakor pemampatan atom :

Hasil  ini  menunjukkan  bahwa  atom-atom dalam kristal SC menempati 52% dari volume kristal keseluruhan.



Gambar 2.8. susunan mampat sel satuan heksagonal : a. heksagonal mampat (hep), b. kubus mampat (ccp), c. tampak atas struktur hep, perhatikan posisi lapisan A dan B.


Gambar 2.9 Faktor pemampatan atom untuk kubus bersusunan mampat : kubus pusat sisi (FCC), kubus pusat ruang (BBCC). Kubus sederhana (SC), dan struktur intan (diamond) bilangan dalam % menunjukkan besarnya APF.

Cacat Kristal
Sejauh yang telah diuraikan pada bagian-bagian terdahulu, kristal terdiri dari susunan atom yang teratur dan periodik. Tetapi, ternyata tidak ada kristal yang sempurna. Setiap kristal  mengandung  cacat  (defect).  Cacat  kristal  ini  besar  kemungkinannya  untuk  terjadi selama proses pertumbuhan kristal, proses pemurnian atau proses laku (treatment), dan bahkan seringkali cacat kristal sengaja diciptakan untuk menghasilkan sifat-sifat tertentu. Cacat kristal dapat dibedakan menjadi : cacat titik, cacat garis, cacat bidang dan cacat ruang.

Cacat Titik
Cacat titik adalah ketaksempurnaan kristal yang terjadi pada suatu titik kisi tertentu. Cacat tersebut dapat berupa : kekosongan (vacancy), sisipan (interstitial), takmurnian (impurity), cacat Schottky, dan cacat Frenkel. Struktur cacat yang bersangkutan diberikan pada gambar 2.10 dan 2.11.

Gambar 2.10. formasi cacat titik : a. kosongan, dan b. sisipan


Gambar 2.11. Cacat Scottky dan Frenkel
Kekosongan adalah hilangnya sebuah atom yang seharusnya menempati suatu titik kisi. Sisipan adalah “salah posisi” dari sebuah atom yang menempati bukan titik kisi. Sedangkan takmurnian adalah hadirnya atom “asing” (yang berbeda dari atom mayoritas) dan menempati suatu titik kisi.
Cacat Schottky dan cacat Frenkel banyak dijumpai pada kristal ionik. Cacat Schottky adalah berupa kekosongan pada suatu titik kisi bersama-sama dengan cacat sisipan di permukaan. Sedangkan bila kekosongan berpasangan dengan sisipan di dalam kristal membentuk cacat Frenkel.

Cacat Garis
Cacat garis adalah cacat yang terjadi pada sederetan titik kisi yang bersambung dan membentuk suatu garis (dislokasi). Jenis dislokasi yang dikenal adalah dislokasi tepi dan dislokasi ulir, perhatikan gambar 2.11

Gambar 2.12  formasi cacat garis : a. dislokasi tepi, dan b. dislokasi ulir

Cacat Bidang
Pada bahan polikristal, zat padat tersusun oleh kristal-kristal kecil yang disebut butir (grain). Setiap butir dapat berukuran mulai dari nanometer hingga mikrometer. Pada setiap butir atom-atom tersusun pada arah tertentu, dan arah keteraturan atom ini bervariasi dari satu butir ke butir lain. Pada daerah antar butir, terjadi transisi arah keteraturan atom, dan ini menimbulkan cacat pada daerah batas butir, sehingga disebut cacat batas butir.

Cacat Ruang
Cacat ruang dapat berupa pori-pori (voids) atau salah susun (stacking fault). Pada kristal kubus mampat (CCP), atom-atom membentuk susunan berlapis ..... A-B-C-A-B-C-A-B- C-.....  Apabila salah satu lapisan hilang (A, B atau C) terbentuklah cacat salah susun.

Gaya Van der Waals
Semua atom dan molekul bahkan atom gas mulia seperti helium dan argon saling tarik-menaik berjangkauan pendek yang ditimbulkan oleh gaya van der Wals. Gaya ini merupakan penyebab dari kondensasi gas menjadi zat cair dan pembekuan zat cair menjadi zat padat walaupun tidak terdapat mekanisme ikatan ionik, kovalen atau ikatan logam.  Aspek (segi) yang demikian terkenal dari kelakuan materi seperti gesekan, tegangan permukaan, viskoitas, adhesi, kohesi an sebagainya juga ditimbulkan  oleh gaya van der Wals. Tarikan van der Wals anatara dua molekul berjarak r berbanding lurus dengan r-1 ; sehingga tarikan ini hanya penting untuk molekul yang sangat berdekatan. Banyak molekul [ yang disebut molekul berkutub (polar) ] memiliki momen dwi – kutub listrik yang permanen. Contohya komponen  H2O yang konsentrasi elektron di sekeliling atom oksigennya membuat bagian molekul tersebut lebih negatif daripada bagian atom hidrogennya. Molekul seperti itu cenderung untuk menjajarkan dirinya sedemikian sehingga bagian bermuatan berlawanan saling berdekatananya tidak. Molekul berkutub juga mampu menarik molekul yang biasanya tidak memiliki komponen dwi –kutub permanen. Proses ini digambarkan pada gambar 2.13 – 2.14 : medan listrik molekul berkutub menimbulkan pemisahan muatan molekul lain , dengan momen imbasnya berarah sama dengan molekul berkutub.

Gambar 2.13.  Molekul berkutub saling tarik-menarik


Gambar 2.14 Molekul berkutub menarik molekul terkutubkan

Persamaan medan listrik E pada jarak r dari momen dwi-kutub p yaitu :
  E =  1/(4πε_(0 ) )[P/r^3 -(3(p.r))/r^3  r] (13)
Dari analisis vektor bahwa p.r = pr cos θ, dengan θ merupakan sudut apit antara p dan r. Medan E mengimbas pada molekul lain, yang normalnya tak berkutub, suatu momen dwi-kutub p’ yang besarnya berbanding lurus dengan E dan idealnya sama arah. Jadi
 p’ = α E (14)
dengan α menyatakan konstanta keterkutuban (polarizability) molekul itu. Energy dwi-kutub imbas dalam medan listrik E ialah :
V=-〖 p〗^'.E
    =  α/((4πε_0 )^2 )(p^2/r^6 -〖3p〗^2/r^6   cos⁡〖θ-〖3p〗^2/r^6 〗 cos^2 θ+〖9p〗^2/r^6  cos^2 θ)
    =-α/((4πε_0 )^2 )  (1+3 cos^2 θ)p^2/r^6
Energi timbal-balik kedua molekul yang timbul dari interaksi ini bertanda negatif, hal ini menunjukkan bahwa gaya antaranya tarik-menarik, dan berbanding lurus dengan r^6. Gayanya sendiri sama dengan -dV/dr sehingga berbanding lurus dengan r^(-7) yang berarti bahwa gaya ini mengecil dengan cepat dengan membesarnya jarak.
Dua molekul tak-berkutub dapat saling tarik-menarik. Walaupun distribusi elektron pada molekul tak-berkutub rata-ratanya simetrik, elektronnya sendiri berada dalam keadaan bergerak terus-menerus dan pada suatu saat suatu bagian molekul itu memiliki kelebihan elektron. Bila kedua molekul tak-berkutub saling berdekatan, distribusi muatan yang berfluktuasi cenderung untuk bergeser bersamaan, bagian yang berdekatan selalu bermuatan berlawanan (gambar 2.15) sehingga menimbulkan gaya tarik.
Gaya van der Walls tidak saja terjadi antar molekul tetapi terjadi juga antara setiap atom, termasuk gas yang hampir tidak berinteraksi. Jika tidak demikian gas tidak terkondensasi mejadi zat cair atau zat padat. Harga p2 (atau p2, harga rata-rata p2 yang berlaku untuk molekul yang tidak memiliki dwi-kutub permanen) dan keterkutuban α besarnya hampir sama untuk kebanyakan molekul ; hal ini merupakan sebagian dari penyebab mengapa kerapatan dan kalor penguapan zat cair, sifat yang bergantung dari kekuatan gaya inter-molekular mempunyai kisaran yang agak kecil. Gaya van der Walls jauh lebih lemah daripada yang didapatkan pada ikatan ionik dan kovalen, dan pada umumnya hasilnya kristal molekular memiliki titik leleh dan titik didih yang rendah dan kekuatan mekanis yang kecil. Energi kohesifnya rendah, hanya 0,08 eV/atom dalam argon padat (titik leleh -189oC), 0,01 eV/molekul dalam hidrogen padat (titik leleh -259oC), dan 0,1 eV/molekul dalam metane padat,CH4 (titik leleh -183oC).
Jenis ikatan van der Walls yang kekuatannya teristimewa disebut ikatan hidrogen, terjadi pada molekul  tertentu yang mengandung atom hidrogen. Distribusi elektron pada atom seperti terdistorsi (terubah) oleh afinitas atom “induk” elektron sehingga masing-masing atom pada hakeketnya telah menyumbangkan hampir seluruh muatan negatifnya pada atom induk, meninggalkan proton yang terperisai lemah. Hasilnya sebuah molekul yang muatan positifnya terlokalisasi yang dapat mengait dengan konsentrasi muatan negative disuatu bagian molekul lain yang sejenis.

Gambar 2.16. Dalam molekul H2O keempat pasangan elektron valensi disekitar atom O (enam elektron disumbangkan oleh atom O dan masing-masing satu oleh atom H) cenderung untuk menempati daerah yang membentuk pola limas. Masing-masing molekul H2O dapat membentuk ikatan hydrogen dengan empat molekul H2O lain.
Secara khas molekul air cenderung membentuk ikatan hidrogen karena keempat pasangan elektron yang mengelilingi atom O dalam H2O tidak terdistribusi secara simetris, tetapi berpeluang besar untuk didapati dalam daerah yang berkerapatan berpeluang besar. Daerah ini mencuat keluar seakan-akan kearah titik sudut limas, seperti yang tergambar dalam gambar 2.16. Atom hidrogen terletak pada dua titik sudut tersebut, sehingga menimbulkan muatan positif yang terlokalisasi, sedangkan dua titik sudut lainnya memperlihatkan muatan negatif yang agak menyebar. Jadi masing-masing molekul H2O dapat membentuk ikatan hidrogen dengan empat buah molekul H2O yang lain ; dalam dua diantara ikatan molekul pusat menyediakan proton yang menjembatani ikatan dan dua molekul yang menempel menyediakan sisanya. Dalam keadaan zat cair ikatan  hydrogen antara molekul H2O yang berdekatan terus-menerus mengalami pemutusan dan penyambungan kembali disebabkan oleh gerak termal, walaupun demeikian molekul tersebut tergabung menjadi gugus tertentu. Dalam zat padat gugus ini besar dan mantap yang membentuk kristal es.

Gambar 2.17. Kristal es yang menunjukkan susunan segi-enam yang terbuka dari molekul H2O.Masing-masing molekul memiliki empat tetangga terdekat yang terikat dengan Ikatan hidrogen.
Pola segi-enam karakteristik (gambar 2.17) dari kristal es yang terbentuk dari susunan segi-enam dari empat ikatan hidrogen dari masing-masing molekul H2O dapat ikut ambil bagian di dalamnya. Dengan empat buah tetangga terdekat yang mengelilingi masing-masing molekul, kristal es memiliki struktur terbuka; hal ini menyebabkan kerapatan es sangat rendah. Karena gugus molecular lebih kecil dan kurang mantap dibandingkan dengan keadaan cairnya, molekul air rata-rata lebih tertetalkan daripada molekul es, sehingga air memiliki kerapatan yang lebih tinggi, sehingga es terapung. Kerapatan air bertambah dari 0oC, hinggs mencapai maksimum pada 4oC ketika gugus besar dari molekul H2O terpecah menjadi gugus yang lebih kecil yang menempati ruang yang lebih kecil dalam pengelompokkan; hanya setelah melewati 4oC saja pemuaian termal yang normal dari zat cair menunjukkan berkurangnya kerapatan jika temperaturnya bertambah.

Teori Pita Zat Padat
Dalam semua zat padat kristaline, baik logam atau non-logam terletak sangat berdekatan, sehingga elektron valensinya membentuk sistem tunggal dari elektron milik bersama dari kristal keseluruhan. Prinsip eksklusi dipatuhi oleh sistem elektron seperti itu, karena keadaan energi elektron kulit terluar darin atom-atom sedikit berubah karena terdapat interaksi. Keseluruhan  kristal memiliki pita energi yang terdiri dari banyak sekali tingkat energi terpisah yang letaknya sangat berdekatan. Karena banyaknya tingkat energi terpisah ini sama banyak dengan jumlah atom dalam kristal, pita tidak dapat dibedakan dari sebaran yang diijinkan untuk energi.  Kehadiran pita energi, jurang (gap) yang terdapat diantaranya, dan berapa banyak pita tersebut terisi oleh elektron, tidak hanya menentukan kelakuan listrik suatu zat padat, tetapi juga merupakan landasan penting untuk sifat-sifat lainnya.
Gambar 2.18 menunjukkan tingkat energi natrium diplot terhadap jarak inter-nuklir. Tingkay 3s erupakan tingkat pertama yang terisi dalam atom natrium yang melebar menjadi pita; tingkat 2p tidak mulai melebar sampai jarak inter-nuklir yang sangat kecil. Perlakuan ini mencerminkan bagaimana urutan subkulit-elektron atom natrium berinteraksi katika atom-atom tersebut didekatkan. Energi rata-rata dalam pita 3p dan 3s mula-mula menurun; hal ini menunjukkan terdapatnya gaya tarik-menarik .

Gambar 2.19. Pita energi dala zat padat bertumpangan

Pita energi dalam zat padat hanya memiliki energi yang jatuh dalam pita energi  ini.berbagai pita energi dalam zat padat dapat bertumpangan, seperti dalam gambar 2.19; dalam hal ini elektron memiliki distribusi malar dari energi yang diijinkan. Dalam zat padat lain pita energi bisa tak-bertumpangan (gambar 2.20), dan selang diantaranya menyatakan energi yang tidak boleh dimiliki elektron. Selang seperti itu disebut pita terlarang. Kelakuan listrik zat padat kristaline ditentukan oleh keduanya: struktur pita energi dan bagaimana cara pita ini terisi secara normal oleh elektron.
Gambar 2.21 merupakan diagram yang disederhanakan dari tingkat energi atom natrium dan pita energi natrium zat padat. Sebuah atom natrium memiliki elektron 3s tunggal pada kuit terluarnya. Ini berarti bahwa pita 3s dalam kristal natrium hanya separuhnay terisi, karena setiap tingkat dalam pita, seperti setiap tingkat dalam atom, mampu menampung dua elektron. Jika medan listrik dipasang melintang pada sebatang zat padat, elektron dengan mudah mengambil energi tambahan ketika elektron itu tetap berada pada energi pita semula. Energi tambahan ini berbentuk energi kinetik, dan elektron yang bergerak merupakan arus listrik. Jadi natrium merupakan suatu konduktor listrik yang baik, seperti zat padat kristaline lain yang puta energinya hanya terisi sebagian.


Gambar 2.20. Pita terlarang memisahkan pita energi yang tidak bertumpangan


Gambar 2.21 Tingkat energi dalam atom natrium dan situasi yang bersesuaian dalam natrium zat padat.

Gambar 2.22 merupakan diagram yang disederhanakan untuk  piat energi intan. Disini terdapat pita energi yang terisi penuh oleh elektron yang dipisahkan oleh jurang 6 eVdari pita kosong diatasnya. Ini berarti harus tersedia sekurang-kurangnya 6 eV energi tambahan supaya elektron dalam kristal intan memiliki energi kinatik translasi, karena elektron tidak bisa memiliki energi yang terletak dalam pita terlarang.penambahan energi sebesar itu tidak dapat diberikan pada elektron dalam kristal melalui medan listrik karena elektron seperti itu mengalami tumbukan yang sering sekali dengan cacat kristal dan kehilangan energi yang terkumpul dari medan dakam tumbukan seperti itu. Medan listrik yang melebihi 108 V/m diperlikan oleh sebuah elektron untuk mengumpulkan 6 eV pada lintasan bebas 5 × 10-8 m yang berarti berjuta-juta kali lebih tinggi dari besar medan yang diperlukan untuk menimbulkan arus mengalir dalam natrium. Jadi intan merupakan konduktor yang sangat buruk dan termasuk isolator (non-konduktor).
Silikon memiliki struktur kristal yang menyerupai intan, dan seperti pada intan, suatu jurang memisahkan puncak pita-energi lebih atas yang kosong. Namun puta terlarang dalam silikon hanya 1,1 eV lebarnya. Pada temperature rendah silokon merupakn konduktor yang sedikit lebih baik dari intan, tetapi pada temperatur kamar sebagian kecil dari jumlah elektron memiliki energi kinetik yang berasal dari gerak termal yang cukup untuk melompati pita terlarang dan masuk ke pita energi di atasnaya. Elektorn-elektron ini cukup untuk mengalir jika medan listrik dipasang. Jadi silikon memiliki resivitas listrik diantara konduktor dan non-konduktor, dan disebut semi-konduktor.


Gambar 2.22. Pita energi intan

Sifat optis zat padat dan struktur pita energinya sangat dekat hubungannya. Foton dalam cahaya tampak berenergi antara 1 sampai 3 eV.  Sejumlah energi itu dengan mudah diabsorpsi oleh elektron bebas dalam logam, karena pita energi terijinkannya hanya terisi sebagain, dan logam merupakan benda tak tembus cahaya (tak bening). Elektron dalam sebuah non-konduktor memerlukan lebih dari 3 Ev untuk melewati pita terlarangnya ke pita terijinkan berikutnya. Non-konduktor tidak dapat mengabsorpsi foton cahaya tampak dan bening. Tentu saja sebagian besar sampel bahan non-konduktor tidak tampak bening, tetapi hal ini timbul karena hamburan cahaya oleh ketakteraturan strukturnya. Non-konduktor tak bening untuk cahay ultra-ungu; frekuensinya lebih tinggi berarti memiliki energi foton yang cukup untuk untuk memungkinkan elektron melewati pita terlarangnya. Karena pita terlarang dan semi konduktor kira-kira sama lebar dengan energi foton cahaya tampak, semi konduktor biasanya tak bening untuk cahaya tampak tetapi bening untuk cahaya infra merah; frekuensinya yang lebih rendah berarti memiliki energi foton yang tidak bisa diabsorpsi.

Daerah Brillouin
Ide pokoknya adalah electron dalam Kristal bergerak dalam daerah yang potensialnya berubah secara periodik, alih-alih potensial konstan, sehingga timbul efek difraksi yang membatasi electron untuk memiliki selang momentum tertentu saja yang bersesuaian dengan pita energy terijinkan. Dalam cara pemikiran seperti ini interaksi antara atom mempengaruhi kelakuan electron valensi secara tak langsung melalui kisi Kristal. Pedekatan intuitif akan dipakai disini alih-alih cara formal yang berlandaskan pada persamaan schrodinger. Panjang gelombang de Broglie dari electron bebas bermomentum P ialah :
λ=  h/P (electron bebas)
Electron berenergi rendah yang tak-terikat dapat berkeliaran bebas melalui Kristal Karena panjang gelombangnya besar relative terhadap jarak antara Kristal a. Elektron yang lebih energetik seperti elektron dengan energi Fermi dalam sebuah logam memiliki panjang gelombang yang hampir sama dengan a, dan elektron seperti itu mengalami difraksi sama seperti sinar-x atau berkas elekton yang jatuh pada kistal. (bilaλ hampir sama dengan a, 2a, 3a, . . . . . . persamaan diatas tidak berlaku lagi). Sebuah elektron yang panjang gelombangnya λ mengalami “pemantulan” Bragg dari salah satu bidang atomic dalam kristal bila electron itu mendekati bidang itu. Dengan sudut θ menurut persamaan :
nλ=2a sin⁡θ n = 1, 2, 3, . . . . .
Biasanya kita perlakukan situasi gelombang electron dalam kristaldengan mengganti λ dengan bilangan gelombang k yang diperkenalkan dengan
k=  2π/λ (bilangan gelombang)

Gambar 2.23. Pemantulan Bragg dari barisan vertikal ion terjadi bila kx =nπ/a

Bilangan gelombang sama dengan besarnya radian per meter dalam deretan gelombang yang dinyatakannya, dan berbanding lurus dengan momentum electron p. karena deretan gelombang bergerak dengan arah yang sama dengan partikel kita dapat memeriksa deretan gelombang dengan vector k. rumus Bragg dengan memakai k menjadi :



Gambar diatas menunjukkan pemantulan Bragg dalam kisi-persegi dua dimensi-dimensional. Jelaslah kita dapat menyatakan persyaratan Bragg dengan mengatakan bahwa pemantulan dari barisan vertical ion terjadi bila komponen k dalam arah x. kx, sama dengan nπ/a. Demikian juga untuk pemantulan dari barisan horizontal terjadi jika ky=nπ/a.


Gambar 2.24. Daerah Brillouin pertama dan kedua kisi persegi dua dimensional.

Marilah kita tinjau dahulu electron yang bilangan gelombangnya cukup kecil sehingga dapat menghindari dapat difraksi. Jika k kurang dari  π/a, electron tercegah untuk bergerak dalam arah x atau y oleh difraksi. Lebih besar k melampaui π/a, lebih terbatas pula arah gerak yang mungkin, sampai jika k = π/a  sin⁡〖〖45〗^0 〗 elektron terdifraksi biarpun ketika lektron itu bergerak secara diagonal melalui Kristal.
Daerah dalam ruang-k yang dapat dihuni oleh electron dengan k rendah tanpa mngalami difraksi disebut daerah Brillouin pertama  seperti ditunjukkan dalam gambar diatas. Daerah Brillouin kedua juga diperlihatkan di situ ; daerah itu berisi dengan electron dengan k>π/a yang tidak cocok untuk daerah pertama, namun memiliki bilangan gelombang cukup kecil untuk menghindari difraksi oleh sekelompok bidang atomic dalam gambar 2.24. Daerah kedua berisi electron dengan harga k berkisar antara π/a hingga 2π/a untuk electron yang bergerak dalam arah ±xdan ±y.


Gambar 2.25. Daerah Brillouin pertama dan kedua dalam Kristal kubus berpusat muka
Dengan kemungkinan kisaran harga k menyempit ketika mendekati arah diagonal. Daerah Brillouin selanjutnya dapat dibangun dengan cara yang sama. Perluasan analisis ini menjadi struktur tiga-dimensional yang sebenarnya menghasilkan daerah Brillouin seperti yang ditunjukkan gambar diatas.

Asal Pita Terlarang
Pentingnya daerah Brillouin menjadi jelas jika kita memeriksa energi elektron pada masing-masing daerah. Energi elektron bebas berkaitan dengan momentum P melalui hubungan :
E=  P^2/2m
Dan hubungannya dengan gelombang k adalah :
E=  (ћ^2 k^2)/2m
Dalam kasus elektron dalam Kristal yang memenuhi k ≪π/a, secara praktis tidak ada interaksi dengan kisi, dan persamaan tersebut berlaku. Karena energy elektron seperti itu bergantung pada k2, garis kontaour,  energy konstan dalam ruang-k dua dimensional berupa lingkaran k konstan, seperti dalam gambar dibawah. Dengan bertambahnya k garis kontaour energy konstan, menjadi bertambah berdekatan dan lebih terdistorsi. Efek pertama ditimbulkan oleh perubahan E menurut k2. Energy kedua juga penyebabnya dapat dicari langsung. Bertambah dekat sebuah elektron pada batas daerah Brillouin dala ruang k, lebih dekat juga peluang untuk mengalami difraksi oleh Kristal. Akan tetapi, dari segi partikel difraksi terjadi melalui interaksi elektron dengan larik periode ion positif yang menempati titik kisi, dan lebih kuat interaksinya, lebih besar energy elektron yang terpengaruh.

Gambar 2.26. Konotur energi dalam elektron-volt pada daerah Brillouin pertama dan kedua dari kisi persegi hipotesis.

Gambar 2.27. Energi elektron E terhadap bilangan gelombang k dalam arah kx. garis terputus-putus menunjukkan bagaimana E berubah terhadap k untuk elektron bebas.

Gambar 2.27 menunjukkan bagaiaman E berubah terhadap k dalam arah x. ketika k mendekati π/a, E bertambah lebih lanjut dari (ћ^2 k^2)/2m yang sesuai dengan gambaran bebas partikel bebas. Pada k = π/a, E memiliki dua harga, yang bawah termasuk daerah Brillouin pertama dan yang atas termasuk daerah Brillouin kedua. Terdapat jurang tertentu antara energy yang mungkin pada daerah Brillouin pertama dan kedua bersesuaian dengan pita terlarang seperti yang telah ibahas sebelumnya. Pola yang sama timbul lagi ketika daerah Brillouin yang lebih tinggi tercapa berturut-turut.
Loncatan energy pada batas daerah Brillouin adalah akibat langsung dari fakta bahwa pembatasan harga k bersesuaiandengan gelombang berdiri alih-alih gelombang berjalan. Untuk jelasnya kita akan membahas elektron yang bergeraka dalam arah x .bial k = + π/a, seperti kita lihat gelombang ini terpantul – Bragg bolak-balik , sehingga hanya pemecahan persamaan schrodinger yang terdiri dari gelombang berdiri yang panjang gelombangnya sama dengan priodistas kisi. Terdapat dua kemungkinan utnutk gelombang berdiri dengan n = 1 yaitu :
ψ=  〖A sin〗⁡〖πx/a〗
ψ=  〖A cos〗⁡〖πx/a〗

Gambar 2.28. Distribusi kerapatan peluang |ψ_1 |2 dan |ψ_2 |2
Kerapatan peluang |ψ_1 |2 dan |ψ_2 |2 diplot dalam gambar 2.27. Jelaslah |ψ_1 |2 mempunyai minimum pada titik kisi yang ditempati oleh ion positif, sedangkan |ψ_2 |2 mempunyai maksimum pada titik kisi. Karena kepatan muatan yang bersesuaian dengan fungsi gelombang elektron ψ ialah e |ψ|2 kerapatan muatan dalam kasus ψ1 terkonsentrasi anatara ion positif, sedngakan dalam kasus ψ2 terkonsentrsi pada ion postifnya. Energy otensial sebuah elektron dalam kisi ion positif terbesar jika terletak ditengah masing-masing pasangan ion dan terkecil pada ion itu sendiri, sehingga energy elektron E1 dan E2.

Gambar 2.29. Disribusi energi elektron dalam daerha Brillouin. Garis terputus-putus menyatakan distribusi yang diramalkan berdasarkan teori elektron bebas.

Gambar 2.29 menunjukkan distribusi energy elektron yang bersesuaian dengan daerah Brillouin yang tergambar pada gambar 2.26. Pada energy rendah yang berlandaskan teori elektron bebas. Hal ini tidak mengejutkan karena pada energy rendah k kecil dan elektron dalam kisi periodik dan memang berkelakukan seperti elektron bebas. Namun dengan bertambahnya energy, banyaknya tingkat energy yang tersedia melampaui teori elektron bebas disebabkan oleh distorsi kontaour energi oleh kisi : terdapat lebih banyak harga k yang berbeda untuk masing-masing energi. Ketika k =  ± π/a, kontaour energy sampai pada perbatasan daerah pertama, dan energy yang lebih tinggi sampai dari sekitar 4 eV (dalam model kasus ini) terlarang untuk elektron dalam arah kx dan ky, walaupun dalam arah lain diijinkan. Ketika energinya lebih tinggi lagi dari 4 eV, keadaan energy yang tersedia lebih terbatas pada daerah pojok itu, dan n(E) menurun. Akhirnya pada kira-kira 6 1⁄2 eV, tidak ada lagi keadaaan teriijinkan dan n(E) = 0. Energy terendah yang mungkin untuk daerah kedua sedikit kurang dari 10 eV, dan kurva lain yang mirip bentuknya dengan yang pertama mulai. Di sini jurang antara energy yang mungkin dalam kedua daerah itu ialah sekitar 3 eV, sehingga pita terlarangnya adalah sekitar 3 eV lebarnya.
Walaupun harus ada jurang energy anatara daerah Brillouin yang berurutan dalam setiap arah, berbagai jurang itudapat bertumpanagan untuk mengijinkan energy pada daerah lainnya sehingga dalam Kristal secara keseluruhan tidak terdapat pita terlarang. Gambar 5 menunjukkan grafik E terhadap k untuk ketiga arah dalam Kristal yang memiliki pita terlarang dan dalam Kristal yang pita terijinkannya bertumpanagn secukupnya sehingga Kristal itu terhindar untuk memiliki pita terlarang.
Kelakuan dari listrik zat padat bergantung dari derajat kepenghunian pita energy seperti juga terhadap sifat pita energy seperti yang telah dibahas sebelum ini. Terdapat dua keadaan energy yang tersedia (satu untuk masing-masing spin) dalam masing-masing pita untuk satuan structural dalam Kristal. (dengan “satuan structural” dalam konteks ini dimaksudkan sebuh atom dalam logam atau zat padat elemental kovalen seperti intan, sebuah molekul dalam zat padat molecular, dan sepasang ion dalam sepasang ion dalam zat padat ionic). Zat padat merupakan non-konduktor jika dua syarat dipenuhi : (1) zat padat itu memiliki jumlah elektronvalensi genapper satuan structural, dan (2) pita yang mengandung elektron eenrgi-tertinggi harus terpisah dari pita terijinkan diatasnya dengan jurang enrgi yang besar dibandingkan dengan kT. Penyebab syarat (1) ialah untuk untuk meyakinkan bahwa pita energy tertingginya terisi penuh, dan penyebab syarat (2) ialah untuk meyakinkan tidak terdapat elektron yang mampu untuk menyebrangi jurang untuk mencapai keadaan tak terisi. Jad, intan yang memiliki empat elektron valensi per atom ; Hidrogen zat padat yang memiliki dua elektron valensi per molekul H2 ; dan NaCl yang memiliki delapan elektron valensi per pasagan ion Na+-Cl – , semuanya memiliki pita terlarang yang lebar dan semuanya merupakan non-konduktor. Gambar 2.30 (a) menunjukkan kontaour energy untuk suatu non-konduktor hipotesis.


 
Gambar 2.30. Kurva E terhadap k untuk ketiga arah dalam dua kristal. Gambar (a)  terdapat pita terlarang , (b) pita energi terijinkan bertumpangan dan tidak terdapat pita terlarang.
Sebuah konduktor memiliki keterlanggran dari salah satu atau kedua syarat diatas. Jadi logam alakali yang memiliki elektron valensi berjumlah ganjil per satuan structural (yaitu satu per atom) merupakan konduktor, seperti juga logam dwivalen seperti magnesium dan zink yang memiliki pita energy yang bertumpangan. Gambar 2.31a dan 2.31c berurutan menunjukkan kontour energy kedua jenis logam ini. Jika pita terlarang dalam non-konduktor sempit atau banyaknya yang bertumpangan dalam logam sedikit, konduktivitas listriknya menurun seperti padadaerah semi-konduktor, dan tidak lagi benar utuk membicarakan zat itu sebagai logam ataupun non-logam. Perbatasan antara tingkat energy dan kosong dalam ruang k tiga-dimensional disebut permukaan Fermi.

Gambar 3.31 Kontour energi elektron dan tingkat Fermi dalam ketiga jenis zat padat : (a) Non konduktor; (b) logam monovalen; (c) logam divalen.  Energi dinyatakan dalam elektron-volt
Ekperimen menunjukkan bahwa konduktivitas logam dwivalen seperti berilium, zink dan cadmium sebagian besar ditimbulkan oleh pembawa mauatan positif, bukan oleh elektron. Penemuan yang tak terduga ini mudah diterangkan atas dasar gambaran pita dengan menganggap pertumpanagn antara permukaan Fermi dengan pita tertinggi kecil, sehingga tertinggal keadaan kosong – yang merupakan lubang pada pita dibawahnya. Lubang pada piat lebih bawah merupakan pembawa arus utama sedangkan elektron pada pita lebih atas perannya kecil.

RASIO MASSA EFEKTIF m*/m PADA PERMUKAAN FERMI BEBERAPA LOGAM
LOGAM m*/m
Litium           Li 1,2
Beryllium     Be 1,6
Natrium       Na 1,2
Aluminium  Al 0,97
Kobalt          Co 14
Nikel             Ni 28
Tembaga    Cu 1,01
Zink              Zn 0,85
Perak           Ag 0,99
Platina         Pt 13
Massa Efektif
Sebuah ekektron dalam krisal berinteraksi dengan kisi Kristal, dank arena interaksi itu, respon elektron itu terhadap gaya ekternal, pada umumnya tidak sama dengan elektron bebas. Tidak ada sesuatu yang luar  biasa pada gejala ini – tak ada partikel yang terkendala berkelakuan seperti partikel bebas. Apa yang tak biasa ialah penyimpanga kelakuan elektron dalam Kristal dari elektron bebas dibawah massa efektif elektron seperti itu tidak sama dengan massa sebenarnya. Hasil terpenting dari teori elektron-bebas dalam logam, dapat dicakup dalam teori pita yang lebih realistik hanya dengan mengganti massa elektron m, dengan massa efektif rata-rata m* pada permukaan Fermi. Jadi energy Fermi dalam logam diberikan oleh : U_F=  h^2/2m (3N/8πV)2. Dengan N/V merupakan kerapatan elektron valensi.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Fisika zat padat secara umum dihubungkan dengan kristal dan elektron dalam kristal. Zat padat terbagi atas dua, yaitu :
Bahan Kristal yaitu bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur letaknya dan berulang (periodik) yang mempunyai keteraturan atom berjangkauan panjang.
Bahan amorf atau bukan-kristal zat padat yang tidak memiliki keteraturan.
Zat padat dapat mempertahankan atom-atom dalam Kristal agar tetap brsatu dengan berikatan satu sama lain, ikatan tersebut dapat dibedakan yaitu: ikatan ionik, ikatan kovalen, ikatan logam, ikatan van der Waals, dan ikatan hidrogen.
Jenis-jenis dari struktur Kristal dapat dibedakan atas 2 yaitu susunan Kristal sederhana, dan susunan mampat
Cacat kristal dapat dibedakan menjadi cacat titik, cacat garis, cacat bidang dan cacat ruang.
Gaya Van der Waals dalam zat padat yaitu gaya yang menjadi penyebab dari kondensasi gas menjadi zat cair dan pembekuan zat cair menjadi zat padat walaupun tidak terdapat mekanisme ikatan ionik, kovalen atau ikatan logam.  Aspek tersebut berasal dari kelakuan materi seperti gesekan, tegangan permukaan, viskoitas, adhesi, kohesi dan sebagainya juga ditimbulkan  oleh gaya Van der Waals.
Teori pita zat padat meyatakan :
Dalam semua zat padat kristaline, baik logam atau non-logam terletak sangat berdekatan, sehingga elektron valensinya membentuk sistem tunggal dari elektron milik bersama dari kristal keseluruhan. Prinsip eksklusi dipatuhi oleh sistem elektron seperti itu, karena keadaan energi elektron kulit terluar dari atom-atom sedikit berubah karena terdapat interaksi. Keseluruhan  kristal memiliki pita energi yang terdiri dari banyak sekali tingkat energi terpisah yang letaknya sangat berdekatan . Karena banyaknya tingkat energi terpisah ini sama banyak dengan jumlah atom dalam kristal, pita tidak dapat dibedakan dari sebaran yang diijinkan untuk energi. Kehadiran pita energi, jurang (gap) yang terdapat diantaranya, dan berapa banyak pita tersebut terisi oleh elektron, tidak hanya menentukan kelakuan listrik suatu zat padat, tetapi juga merupakan landasan penting untuk sifat-sifat lainnya.
Daerah Brillouin dalam zar padat adalah daerah dalam ruang-k yang dapat di huni oleh elektron dengan harga k tertentu yang isertai dengan difraksi atau tanpa difraksi.

SARAN
Dalam makalah ini telah dibahas tentang fisika zat padat secara menyeluruh. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar  semua pihak dapat mempelajarinya lebih dalam lagi dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
























DAFTAR PUSTAKA

Beiser, Arthur. 1982. Konsep Fisika Modern. Edisi Ke-tiga. Jakarta : Erlangga
Kittel, Charles. 2005. Introduction To Solid State Physics. John Wiley & Sons, Inc.

Jumat, 13 Mei 2016

Rencana Pembelajaran Fisika_Penjumlahan Vektor

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah               : SMA Negeri 1 Kupang Timur
Mata Pelajaran       : Fisika
Kelas/Semester       : X PIA /I
Materi pokok         : Penjumlahan Vektor
Alokasi Waktu       : 3 x 3 JP
 


A.   Kompetensi Inti
KI 1   : Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya.
KI 2  :Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
 KI 3 :Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
 KI 4 : Mengolahmenalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

B.   Kompetensi Dasar dan Indikator

KI
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian Kompetensi

  1.  
1.1.      Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya  melalui pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya.

1.1.1         Mengenali dan mengagumi Tuhan yang menjadikan segala sesuatu dalam dunia ini dalam keadaan seimbang yaitu benda memiliki gaya yang besarnya sama dan arah yang berlawanana sesuai dengan konsep vector yang memiliki besar dan arah.

  1.  
2.1      Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis;  kreatif;) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi

2.1.1        Melakukan pengamatan dengan aktif, kerja sama,jujur, teliti. hati-hati, bertangung jawab, dan disiplin.

  1.  
 3.2 Menerapkan konsep penjumlahan vector (dengan pendekatan geometri )
Pertemuan pertama
3.2.1        Menjelaskan perbedaan antara besaran skalar dan besaran vector.
3.2.2       Menyebutkan contoh besaran vector dan besaran skalar.
3.2.3       Mengambarkan komponen vektor dan menentukan notasinya.
3.2.4       Mengambarkan sebuah vektor beserta nilai dan arahnya.
Pertemuan kedua
3.2.1       Mengambarkan dua vektor atau lebih metode segitiga, jajargenjang dan polygon.
Sub Indikator :
3.2.1.1      Mengambarkan dua vektor atau lebih metode segitiga
3.2.1.2     Mengambarkan dua vektor atau lebih metode jajargenjang
3.2.1.3     Mengambarkan dua vektor atau lebih metode polygon
Pertemuan Ketiga
Indikator
3.2.1        Menentukan resultan dan arah vektor secara analisis.

Sub indikator:
3.2.1.1      Menentukan resultan dan arah vector dengan menggunakan rumus kosinus
3.2.1.2     Menentukan resultan dan arah dengan mengurai vector berdasarkan komponen vektor sumbu x  dan sumbu y.

  1.  
4.1   Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah
Pertemua pertama
4.1.1 Melakukan percobaan untuk menyetahui vector dan resultannya
Pertemuan kedua
4.1.1         Menyajikan data sesuai hasil percobaan resultan vektor dengan metode segitiga
4.1.2        Menyajikan data sesuai hasil percobaan resultan vektor dengan metode segitiga.
4.1.3        Menyajikan data sesuai hasil percobaan resultan vektor dengan metode segitiga
4.2  Merencanakan  dan melaksanakan percobaan untuk menentukan resultan vektor
4.2.1  Merencanakan tugas proyek  dan melakukan percobaan untuk menentukan resultan vektor polygon 

C.   MATERI PEMBELAJARAN

Pertemuan
Fakta
Konsep
Prinsip/Hukum
Prosedur
I
1.      seorang siswa berangkat dari rumah ke sekolah, dengan menempuh perjalanan sejauh 200 m ke arah selatan dan 300 m ke arah barat.
2.     Seorang siswa berangkat dari sekolah kembali ke rumah dengan menempuh jarak 500 m
1.      Besaran skalar dan vektor
2.      Vektor dan resultannya
1.      Cara menggambar resultan vector
2.     Persaman resultan vector
Percobaan vector dan resultan vector (LKS 01)
II
Dua orang anak berjalan dari jarak yang berbeda dengan arah mata angin yang berbeda dikaitkan dengan dengan resultan yang dihasilkannya.

Vektor dan resultannya
Metode penjumlahan dan selisih vector dengan metode segetiga dan jajarangenjang, dan polygon
Percobaan mengambar vector dan resultan vector (LKS 02)

III
Tiga orang anak menempuh dari sekolah (titik acuan yang sama) ke rumah masing-masing dengan jarak (lintasan) dan arah mata angin yang berbeda.
Resultan Dan Arah  Vektor secara analisis
1.      Rumus Cosinus.
2.     Penguaraian vektor.
Percobaan mengambar vector dan resultan vektor (LKS 03 ).





D.   Pendekatan, Model, Dan Metode

Pertemuan
Pendekatan
Model
Metode
I
Saintifik
Discoveri learning
1.      Demonstrasi
2.     Eksperimen
3.     Diskusi
4.     Tanya jawab
II
III

E.   Media, Alat dan Sumber belajar

Pertemuan
Media
Alat
Sumber belajar
I
Cetak dan elektronik (laptop dan LCD)
1.      Pensil
2.     Kertas berpetak
3.     Pensil warna
4.     Pengaris
1.      Buku sekolah elektronik (BSE) kelas X
2.     Marten kanginan, fisika kelas X
3.     Bahan ajar
II
Cetak dan elektronik (laptop dan LCD)
1.      Pensil
2.     Kertas karton
3.     Pengaris
1.      Buku sekolah elektronik (BSE) kelas X
2.     Marten kanginan, buku fisika kelas X
3.     Bahan ajar
III
Cetak dan elektronik (laptop dan LCD)
1.      Neraca pegas
2.     Beban
3.     Busur derajat
4.     Tali pengikat

1.      Buku sekolah elektronik (BSE) kelas X
2.     Marten kanginan, buku fisika kelas X
3.     Bahan ajar

F.   Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan pertama

Rincian Kegiatan
Waktu
Pendahuluan
1.      Guru dan peserta didik saling memberi salam
2.      Doa pembukaan pembelajaran
3.      Merefleksi hasil kompetensi (KD) sebelumnya tentang pengukuran
4.      Memberikan motivasi dan apersepsi  tentang vektor dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
5.      Melaksanakan pretes tentang contoh sederhana vektor dalam kehidupan sehari-hari
6.      Menyampaikan tujuan pembelajaran.


10
Menit
Kegiatan Inti













70
menit
Sintak
Langkah/Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1
Mengamati
Stimulation (memberikan stimulus)
7.      Peserta didik menyimak peragaan yang  dilakukan oleh 3 orang siswa yang berjalan dari tempat duduknya masing-masing (titik acuan yang berbeda) menuju ke depan kelas dengan lintasan berupa garis lurus, kemudian mereka melangkah lagi dari titik acuan yang sama ke tujuan dengan arah yang berbeda.
8.      Peserta didik lainnya menghitung berapa langkah yang ditempuh oleh teman-temanya dan mengamati arahnya.
9.      Guru menilai sikap  peserta didik dalam mengamati video  tersebut *)
Tahap 2
Menanya
Problem satatement (identifikasi masalah)
10.  Peserta didik membuat pertanyaan dari hasil pengamatan demonstrasi ?
11.  Guru mengontrol pertanyaan peserta didik dengan mencatat di papan tulis
12.  Peserta didik membuat  jawaban sementara atas pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan
13.  Guru mengontrol jawaban peserta didik dengan mencatat di papan tulis
14.  Guru menilai kemampuan peserta didik dalam merumuskan masalah dan membuat hipotesis *)
Tahap 3
Mencoba
Data collecting (mengumpulkan data)
15.  Peserta didik dibagi dalam kelompok, 1 kelompok (4-5 orang)
16.  Guru membagikan LKS 01
17.  Guru bersama dengan peserta didik menyiapkan alat dan bahan yang terdapat dalam LKS 01
18.  Peserta didik melakukan percobaan mengambar vektor pada   denah sekolah pada kertas berpetak sesuai dengan prosedur
19.  Guru menilai sikap peserta didik dalam kerja kelompok dan menggunakan alat dalam melakukan percobaan dan menyajikan  data  *)
Tahap 4
Mengasosiasi
Data processing (mengolah data)
20.  Peserta didik berdiskusi untuk mengetahui cara cara menentukan reslutan vektor yang dari vektor yang di gambarkan dengan memperhatikan arah vektor

21.  Dengan fasilitas guru (pendalaman materi dengan memberikan stimulus tentang konsep impuls), peserta didik menjelaskan besaran skalar dan besaran vektor dan penjumlahan dan selisih vektor  yang searah dan berlawanan arah  (mengerjakan contoh soal)
22.  Guru menilai kemampuan peserta didik dalam melakukan diskusi,mengolah data dan merumuskan kesimpulan  dan menyelesaikan soal *)
Tahap 5
Verification (menguji hasil)
Tahap 6
Mengkomunikasikan
Generalization (menyimpulkan)

23.  Peserta didik berdiskusi untuk membuat kesimpulan atas percobaan yang dilakukan
24.  Perwakilan kelompok memaparkan hasil percobaannya di depan kelas
25.    Guru mengkonfirmasi hasil diskusi yang dipresentasikan peserta didik
26.  Guru menegaskan hasil percobaan yang benar sesuai dengan konsep momentum dan impuls
27.  Guru menilai keaktifan dalam presentasi , serta kesantunan dan kemampuan berkomunikasi *)
Penutup
28.  Guru mengarahkan Peserta didik untuk  kembali ketempat duduk masing-masing
29.  Guru bersama peserta didik merangkum kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung
30.  Melaksanakan postes.
31.  Memberikan tugas rumah
32.  Doa dan salam penutup pembelajaran.


10 menit







Pertemuan Kedua

Rincian Kegiatan
Waktu
Pendahuluan
1.      Guru dan peserta didik saling memberi salam
2.     Doa pembukaan pembelajaran
3.     Merefleksi ketercapaian materi (indikator) pertemuan sebelumnya
4.     Menyampaikan tujuan pembelajaran
5.     Memberikan motifasi dan apersepsi tentang materi yang dipelajari


10
Menit
Kegiatan Inti


70
menit
Sintak
Langkah/Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1Stimulation (memberikan stimulus)
Mengamati
6.     Peserta didik menyimak  peragaan memanah, yang diperagakan oleh dua orang peserta didik dengan media yang disediakan (karet dan lidi)
7.     Peserta didik melakukan pengamatan demonstrasi
8.     Guru menilai sikap peserta didik dalam mengamati video  tersebut *)
Tahap 2
Menanya
Problem satatement (identifikasi masalah)
9.     Guru membimbing peserta didik merumuskan pertanyaan sesuai dengan pengamatan terhadap demonstrasi .
10.    Guru menyempurnakan pertanyaan peserta didik   
11.     Guru memandu peserta didik membuat hipotesis
12.    Guru menjelaskan proses foto Rontgen
Guru menilai kemampuan peserta didik dalam merumuskan masalah dan membuat hipotesis *)
Tahap 3
Mencoba
Data collecting (mengumpulkan data)
13.    Peserta didik dibagi dalam kelompok, 1 kelompok (4-5 orang)
14.   Guru membagikan LKS 02
15.    Peserta didik melakukan percobaan melukis peniumlahan dan selisih vektor untuk menentukan resultan vektor dengan metode segitiga , jajar genjang dan polygon sesuai dengan langkah-langkah pada LKS 02
16.   Guru menilai sikap peserta didik dalam kerja kelompok dan, menggunakan alat dalam melakukan percobaan dan menyajikan data *)
Tahap 4
Mengasosiasi
Data processing (mengolah data)
17.    Peserta didik berdiskusi untuk mengetahui cara-cara peniumlahan dan selisih vektor untuk menentukan resultan vektor dengan metode segitiga , jajar genjang dan polygon
19.   Guru membimbing , peserta didik melukis  peniumlahan dan selisih vektor untuk menentukan resultan vektor dengan metode segitiga , jajar genjang dan polygon
20.  Guru menuntun peserta didik untuk mengerjakan latihan soal menentukan resultan vektor dengan metode grafis.
21.    Guru menuntun peserta didik menyelesaikan soal mandiri
22.   Guru menilai kemampuan peserta didik dalam melakukan diskusi,mengolah data, merumuskan kesimpulan *)
Tahap 5
Verification (menguji hasil)
Tahap 6
Mengkomunikasikan
Generalization (menyimpulkan)

23.   Perwakilan kelompok memaparkan hasil percobaan tersebut di depan kelas
24.  Guru mengkonfirmasi hasil diskusi peserta didik yang dipresentasikan 
25.   Guru menilai keaktifan dalam presentasi , serta kesantunan dan kemampuan berkomunikasi *)
Penutup






26.  Guru mengarahkan Peserta didik untuk  kembali ketempat duduk masing-masing
27.   Guru bersama peserta didik merangkum kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung
28.  Melaksanakan postes
29.  Memberikan tugas rumah
30.  doa penutup pembelajaran

10 menit









Pertemuan Ketiga
Rincian Kegiatan
Waktu
Pendahuluan
1.    Guru dan peserta didik saling memberi salam
2.     Doa pembukaan pembelajaran
3.     Merefleksi ketercapaian materi (indikator) pertemuan sebelumnya
4.     Menyampaikan tujuan pembelajaran
5.     Memberikan motifasi dan apersepsi tentang materi yang dipelajari
6.     Melaksanakan pretes tentang resultan vekctor secara poligon gaya


10
Menit
Kegiatan Inti


70
Menit
Sintak
Langkah/Kegiatan Pembelajaran
Tahap 1
Stimulation (memberikan stimulus)
Mengamati
7.     Peserta didik menyimak peragaan yang dilakukan oleh dua orang temanya yang berjalan dari titik acuan yang sama dengan arah yang berbeda.
8.     Peserta didik melakukan pengamatan demonstrasi
9.     Guru menilai sikap peserta didik dalam mengamati video  tersebut *)
Tahap 2
Menanya
Problem satatement (identifikasi masalah)
10.   Guru membimbing peserta didik merumuskan pertanyaan sesuai dengan pengamatan terhadap demonstrasi .
11.      Guru menyempurnakan pertanyaan peserta didik   
12.    Guru memandu peserta didik membuat hipotesis
13.    Guru menjelaskan proses foto Rontgen
Guru menilai kemampuan peserta didik dalam merumuskan masalah dan membuat hipotesis *)
Tahap 3
Mencoba
Data collecting (mengumpulkan data)
14.   Peserta didik dibagi dalam kelompok, 1 kelompok (4-5 orang)
15.    Guru membagikan LKS 02
16.   Guru menyampaikan hal-hal teknis dalam percobaan
17.    Peserta didik melakukan percobaan sesuai LKS untuk menguji kebenaran hipotesis
18.   peserta didik mengambarkan vektor yang dighasilkan dalm percobaan
19.   Guru menilai sikap peserta didik dalam kerja kelompok dan keterampilan merangkai alat, menggunakan alat dalam melakukan percobaan dan menyajikan  data *)

Tahap 4
Mengasosiasi
Data processing (mengolah data)






20.  peserta didik menentukan besar dan arabesar dan arah h vektor dengan rumus kosinus dan penguraian vector berdasarkan komponen sumbu x dan sumbu y
21.    Guru membimbing peserta didik dalam menentukan besar dan arabesar dan arahh vektor dengan rumus kosinus dan penguraian vector berdasarkan komponen sumbu x dan sumbu y

22.   Guru menuntun peserta didik untuk mengerjakan latihan soal menentukan besar dan arabesar dan arahh vektor dengan rumus kosinus dan penguraian vector berdasarkan komponen sumbu x dan sumbu y.
23. Gurumenuntun peserta didik menyelesaikan soal mandiri
24.  Guru menilai kemampuan peserta didik dalam melakukan diskusi,mengolah data,  merumuskan kesimpulandan menyelesaikan soal*)
Tahap 5
Verification (menguji hasil)
Tahap 6
Mengkomunikasikan
Generalization (menyimpulkan)

31.    Perwakilan kelompok memaparkan hasil percobaan tersebut di depan kelas
32.   Guru mengkonfirmasi hasil diskusi peserta didik yang dipresentasikan 
33.   Guru menilai keaktifan dalam presentasi , serta kesantunan dan kemampuan berkomunikasi *)
Penutup







34.  Guru mengarahkan Peserta didik untuk  kembali ketempat duduk masing-masing
35.   Guru bersama peserta didik merangkum kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung
36.  Melaksanakan postes
37.   Mem Guru memberi LKS dalam tugas proyek  (pembuatan alat peraga indentifikasi vektor polygon gaya)
38.  doa penutup pembelajaran

10 menit







G.   Penilaian
A.   Penilaian sikap (KI. II)
a.     Teknik/metode penilaian
: Non tes

b.     Bentuk penilaian
: Observasi

c.     Kisi-kisi instrument penilaian


d.      


No
Aspek sikap
Indikator
Butir Intrumen
1.
Aktif
Merumuskan masalah
1
Membuat hipotesis
2
Melakukan percobaan
3
Berdiskusi
4
Presentasi
5
2.
Kerja sama
Diskusi kelompok
6
Kerjasama melakukan percobaan
7
3.
Jujur
Melakukan percobaan
8
Mengerjakan tes
9
4.
Teliti
Melakukan percobaan
10
Menganalisis data
11
5.
Hati-hati
Melakukan percobaan
12
6.
Tanggung Jawab
Kegiatan pembelajaran
13
7.
Terbuka
Kegiatan pembelajaran
14
8.
Disiplin
Kegiatan pembelajaran
15
Melakukan praktikum
16
9.
Kritis
Kegiatan pembelajaran
17
10.
Tekun
Kegiatan pembelajaran
18
d.     Instrument penilaian
: Lembar Observasi (Lampiran 1)

e.     Rekapan penilaian
: Terlampir (Lampiran 2)

f.      Rubrik penilaian
: Terlampir (Lampiran 3)


B.   Penilaian kognitif (KI.III)
a.    Teknik/metode  penilaian
: Tes
b.     Bentuk Penilaian
: Uraian
c.     Kisi-kisi instrument penilaian

Pertemuan Pertama
No.
Indikator
Tingkat Kesukaran
Item Soal

  1.  
Menjelaskan perbedaan antara besaran skalar dan besaran vektor.
C1
Soal Uraian No 1

  1.  
Menyebutkan contoh besaran vector dan besaran scalar
C1
Soal Uraian No 2


  1.  
Menggambarkan penjumlahan dan selisih vektor  jika diketahui nilai dan arahnya 
C2
Soal Uraian No 3


Pertemuan Kedua
No.
Indikator
Tingkat Kesukaran
Item Soal
   4.       
Menggambarkan resultan dua buah vector atau lebih jika diketahui nilai dana arahnya dengan metode grafis  (segitiga, jajar genjang dan polygon )
C1
Soal Uraian No 4

Pertemuan Ketiga
No.
Indikator
Tingkat Kesukaran
Item Soal
   5.       
Menentukan resultan vektor jika diketahui nilai dan sudut apitnya
C4
Soal Uraian No 5

  1.  
Menentukanarah  resultan vektor  dua buah vektor gaya jika diketahui nilai nya
C5
Soal uraian No 6

  1.  
Menentukan besar dan arah vektor jika diketahui vektor komponennya
C4
Soal uraian No 7

  1.  
Menentukan besar sudut apit jika diketahi perbandingan resultan seisih dua vektor gaya
C5
Soal uraian No 8

a.     Instrument penilaian
:  Soal Uraian Terlampir (Lampiran 4)
b.     Petunjuk penskoran
: Terlampir (Lampiran 4)
c.     Rekapan penilaian
: Terlampir (Lampiran 5)

C.   Penilaian psikomotor (KI.IV)
a.     Teknik penilaian
: Non tes
b.     Bentuk Penilaian
: Observasi
c.     Kisi-kisi instrument penilaian


No
Keterampilan
Item
1
Menggunakan peralatan praktikum
Tes praktek 1, 2 dan 3
2
Merangkai alat praktikum
Tes praktek 3
3
Melakukan percobaan sesuai prosedur
Tes praktek 1, 2 dan 3
4
Menyajikan hasil pengamatan
Tes praktek 1,2 dan 3
5
Mengolah (menganalisis) data hasil pengamatan
Tes praktek 1,2 dan 3
6
Menyimpulkan hasil percobaan
Tes praktek 1,2 dan 3
d.      Instrument Penilaian
: Lembar Observasi (Lampiran 6,9 dan 12)
e.     Rekapan penilaian
: Terlampir (Lampiran 7 .10 dan 13)
f.      Rubrik penilaian
: Terlampir (Lampiran 8,11 dan 14)




Mengetahui
Calon Guru                                                                           Guru Mata Pelajaran Fisika

Salverius Jagom                                                                    Melania Jemunut, S.Pd
NIM. 1201057029                                                              NIP. 19660805 199002 2 002







Kupang,      Agustus 2014


Mengesahkan
Kepala SMA Negeri 1 Kupang Timur


Anderias Poetting, S.Pd
NIP. 19680424 199903 1 004